PALANGKA RAYA –Selasa (21/11), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya (UPR) menggelar seminar nasional secara hybrid di Aula Rahan, gedung rektorat UPR.
Seminar nasional tersebut mengangkat tema Penguatan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi Kalteng dalam perspektif Multisektoral Menuju Tercapainya Kesejahteraan dan Resolusi Konflik Sosial.
Dengan mendatangkan narasumber ahli diantaranya Anggota MPR-DPD RI, Dr Agustin Teras Narang SH, Guru Besar Universitas Muhammdiyah Yogyakarta, Prof Eko Priyo, Wakil Ketua GAPKI Kalteng Siswanto, Akademisi dari Universiti Teknologi MARA (UiTM) Malaysia, Dr Azlyn Zawawi, dan Akademisi dari FISIP UPR Dr Sidiq Rahman Usop.
Dekan FISIP UPR Bhayu Rhama, dalam welcome speechnya menyampaikan bahwa diperlukan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi dalam melihat dampak kerusakan lingkungan dan kesenjangan sosial dari hadirnya kaum kapitalis pemilik modal dalam perkebunan kepala sawit. Hal itu perlu diberlakukan nilai budaya dan kearifan lokal.
“Dengan seminar ini diharapkan agar para akademisi dan kaum intelektual dapat mendukung progam Pemprov Kalteng dalam menuju ekonomi hijau yang selaras, serasi seimbang, yaitu pertumbuhan yang ramah lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ungkap Bhayu.
Sementara itu, Rektor UPR Prof Salampak, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kalteng merupakan daerah yang kaya dengan sumber daya alam dan lingkungan. Bahkan, menjadi target para pengusaha besar untuk berinvestasi di Bumi Tambun Bungai yang dengan tanah yang subur dan hamparan tanah yang luas.
“Karena itu perlunya regulasi dan norma hukum yang mengatur untuk tentang peguasaan lahan bagi industri dan masyarakat sehingga menghindari konflik yang berdampak pada masyarakat kecil,” tambah rektor.
Anggota MPR-DPD RI Kalteng Dr Agustin Teras Narang, dalam keynotenya menyampaikan perlu adanya atensi serius dari para pemangku kebijakan, khususnya Pemprov Kalteng, agar masyarakat selaku pelaku investasi tidak dirugikan. Sebab, ujarnya, dalam hubungan industrial, relasi ketiganya, yaitu Pemerintah, Masyarakat dan Pelaku Investasi harus mendapatkan manfaat yang berkelanjutan.
“Pendekatan multisektoral atas konflik tenurial dan target Sustainable Development Goals (SDG’s) mesti dibangun secara lebih komprehensif melibatkan berbagai pihak, dan didukung dengan evaluasi hukum terhadap produk kebijakan yang berkeadilan bagi semua pihak,” tutup Teras Narang.(hms/ila)