PALANGKA RAYA-Sorak Sorai teriakan kegembiraan tampak dari sekumpulan masyarakat yang mengelilingi sebuah lapangan (seukuran lapangan futsal) di halaman Gedung Olah Raga (GOR) Serbaguna Indoor Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (23/5) malam.
Euforia ini tidak lain karena digelarnya perlombaan olahraga tradisional yaitu permainan sepak bola api atau biasa dikenal dengan Sepak Sawut, yang merupakan salah satu cabang lomba dalam rangkaian kegiatan Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) tahun 2023. Sepak Sawut menjadi salah satu cabang lomba yang ramai ditonton masyarakat di Kalteng pada event kebudayaan tahunan ini.
Perlu diketahui, Sepak Sawut di Kalimantan pada dasarnya dimainkan seperti permainan sepak bola pada umumnya. Namun yang menjadi pembeda dalam permainan Sepak Sawut yaitu pada bola yang digunakan untuk bermain merupakan bongkahan sabut buah kelapa tua yang telah kering dan sudah berendam minyak tanah, yang kemudian dibakar saat dimainkan. Hal tersebut dinilai memberikan kesan yang ekstrem dan unik dalam permainannya.
Aturan mainnya secara umum mirip dengan aturan sepakbola dan futsal, Sepak Sawut juga dimainkan secara berkelompok yang dibagi menjadi dua tim, dan setiap tim berisi lima orang yang bertanding. Sepak Sawut biasa dimainkan selama 2×10 menit pertandingan, dan pemenangnya ditentukan oleh banyaknya gol yang didapatkan oleh salah satu tim.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalteng, Adiah Chandra Sari pada kesempatan ini mengatakan dahulunya permainan sepak sawut dimainkan sebagai salah satu adat masyarakat Suku Dayak dalam ritual adanya kematian. Tradisi ini dimaksudkan untuk mengusir roh-roh jahat dengan cara menjadikan bola api (sawut) sebagai alat untuk menakut-nakuti roh jahat.
“Sepak sawut ini sebenarnya dilakukan pada saat ada kematian di suatu desa/daerah, mereka menunggu/menjaga orang yang meninggal tersebut dengan kegiatan di malam hari yaitu dengan sepak bola. Karena gelap maka dinyalakan api pada bola yang dimainkan,” pungkasnya.
Ia juga menyampaikan Sepak Sawut itu dimainkan tidak hanya sekedar untuk bermain, namun untuk menjaga roh-roh halus atau hal-hal yang tidak baik agar tidak mengganggu, ketika malam hari pada saat ada kematian.
“Ritual atau tradisi seperti ini sudah dilaksanakan pada masa-masa yang lalu oleh nenek moyang kita, untuk menjaga dari hal-hal yang tidak baik,” ucapnya.(zaki/KTV)