PALANGKA RAYA -Permasalahan antara masyarakat dengan pihak PT HMBP 1 di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah hingga menimbulkan insiden penembakan diduga oleh aparat kepolisian hingga saat ini masih berlanjut dan belum menemui titik temu antara kedua belah pihak.
Ditambah lagi insiden itu memunculkan aksi massa di Polda Kalteng.
Melihat kejadian ini, Dekan Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya, Prof Suriansyah Murhaini mengomentari konflik di Bangkal dengan mengingatkan budaya “Belum Bahadat” sebagai solusi dari konflik agraria ya g kerap terjadi di Kalteng.
Ia menyebut hal tersebut bisa diimplementasikan oleh pihak perusahaan dengan melaksanakan kewajiban CSR yang memerhatikan kebutuhan kearifan lokal masyarakat sekitarnya.
“Itu yang harus dikaji akar masalahnya. Kebanyakan investor ini kan tidak hanya dari Kalteng, di Jakarta, bahkan di luar misalnya Singapura dan Malaysia. Kadang manajernya yang dari uluh itah, (kalau ada masalah) dihadapkan juga dengan uluh itah,” sebut salah satu Guru Besar Fakultas Hukum UPR tersebut.
“Tempun kajang bisa puat, tempun uyah batawah belai, tempun petak manana sare” atau dalam artiannya “Punya atap basah muatan, punya tanah berladang di tepi, punya garam hambar di rasa”. Petatah petitih tersebut yang berasal dari tokoh besar Kalimantan Tengah, Tjilik Riwut dikutip oleh Suriansyah, agar menjadi peringatan bagi pemangku kebijakan dalam mengambil keputusan untuk investor yang datang ke Bumi Tambun Bungai.
“Kita sudah diwanti-wanti pak Tjilik Riwut. Kalau menurut saya sebenarnya kita jangan sampai jual-jual tanah kita ke orang. Nanti kita ngga ada lagi bisa dapat tanah, habis dikapling-kapling jadi sawit dan perkebunan swasta,” tandasnya.
Suriansyah menyebut peran pemerintah daerah memfasilitasi hal tersebut memiliki tugas dalam melindungi masyarakat, khususnya yang termarjinalisasi.
“Masyarakat kalau sudah termarjinal tidak bisa apa-apa. Di bangkal ini kan mereka (perusahaan red) tidak melaksanakan plasma. Sampai darah tumpah di situ, sebenarnya bisa sampai pelanggaran Hak Asasi Manusia itu,” ucapnya.
Persoalaan masyarakat yang berbenturan dengan aparat menurutnya tidak perlu terjadi kalau hak dan kebutuhan masyarakat setempat terpenuhi.
“Substansinya apa masyarakat kles dengan aparat itu coba,” ujar Suriansyah.(bro/ila)